PANGERAN SACCADININGRAT
Diceritakan di suatu Kerajaan wilayah Sumenep, hiduplah seorang raja yang tegas, berwibawa, dan bijaksana. Pada masa kepemerintahannya, kerajaan Sumenep mengalami perkembangan yang sangat pesat. Seluruh wilayah hidup rukun, sejahtera, makmur dan tentram. Dialah Pangeran Wagung Rakyat yang diberi gelar Pangeran Saccadiningrat. Inilah kisahnya.
BAGIAN I
(Masuklah Pangeran Saccadiningrat beserta sang Permaisuri Dewi Sarini )
P. Saccadiningrat : Wahai permaisuriku dimas Dewi Sarini, tahukah engkau saat ini aku sangat bahagia. Karena saat pemerintahanku kali ini, wilayah Sumenep berubah menjadi wilayah yang makmur, dan sejahtera. Dan semua itu, juga tidak terlepas dari kesetiaanmu menemani dan mendampingiku disaat aku memerintah.
Dewi Sarini : Nowun sewu Kangmas, aku juga turut senang atas keberhasilan kepemimpinan Kangmas. Tapi ingatlah, bahwa semua ini juga tidak terlepas dari karunia dan anugerah dari sang Dewa Betara Kangmas.
P. Saccadiningrat : Ya, kau benar dimas. Semua yang kita nikmati semua ini, tidak terlepas dari berkah sang Dewa Betara. (melihat ke atas langit) Wahai Dewa Betara, terimakasih atas segala karunia yang telah kau berikan pada hamba, keluarga serta rakyat hamba.
(Terdiam sejenak) oh ya dimas, aku lupa kalau sekarang aku akan mengadakan pertemuan persemoan agung mengenai laporan segala keadaan di wilayahku.
Dewi Sarini : Sendiko Kakanda, kalau begitu aku akan memanggil emban untuk menyiapkan segala hal, termasuk suguhan para tamu kita nanti.
P. Saccadiningrat : Silahkan dimas.
Dewi Sarini : (memanggil emban) Emban…Emban…Emban…cepat ke sini…
(Emban datang ke tengah-tengah sang Raja dan Ratu)
Emban : Sendiko gusti, ada hal apakah sehingga hamba di panggil ke Persemowan Agung ini?
Dewi Sarini : (tersenyum) Aku dan Bagindamu memanggil kamu ke sini, untuk memberikan tugas padamu. Untuk menyiapkan segala hal termasuk suguhan. Karena sebentar lagi akan dilaksanakan pertemuan Persemowan Agung.
Emban : Sendiko gusti. Titah Baginda dan Permaisuri akan segera hamba laksanakan. Mohon pamit Gusti.
(Tak lama datanglah para Maha Patih Kerajaan yang siap melaporkan segala tugas yang dijalankan).
Koor : Sembah bakti setia kami para Maha Patih pada junjungan kami Pangeran Saccadiningrat.
P. Saccadiningrat : Sembah bakti kalian ku terima semua. Silahkan duduk.
Koor : Sendiko, Gusti.
P. Saccadiningrat : Terima kasih kalian sudah mau menghadiri undanganku. Apakah kalian semua siap untuk melaporkan mengenai hal keadaan wilayah kerajaan ?
Koor : Hamba selalu siap untuk junjungan kami.
P. Saccadiningrat : Baiklah, kalau begitu, silahkan kau Patih Anom untuk memberi laporan terlebih dahulu.
Patih Anom : Sediko gusti, Hamba Patih Anom selaku Maha Patih yang bertanggung jawab di bidang pangan dan kesejahteraan masyarakat. Melaporkan bahwa seluruh rakyat di wilayah kita, sudah hidup tentram dan sejahtera, Gusti. Baik kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya sudah baik bahkan meningkat Gusti.
P. Saccadiningrat : Bagus Patih Anom, bagaimana denganmu Patih Pananggungan ?
Patih Pananggungan : Dalem Gusti. Hamba Patih Pananggungan selaku Maha Patih yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat. Melaporkan bahwa hamba sudah menjalankan perintah gusti untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi seluruh rakyat di wilayah kita Gusti. Dan sekarang rakyat sudah hidup makmur dan sehat Gusti.
P. Saccadiningrat : Kalian memang Maha patih yang bisa aku andalkan. Dan bagaimana dengan kamu Patih Kertasono ?
Patih Kertasono : Sendiko Gusti. Hamba Patih Kertasono selaku Maha Patih yang bertanggung jawab di bidang keamanan. Sampun Gusti, keadaan wilayah kita sudah tentram. Namun ada sedikit permasalahan Gusti.
P. Saccadiningrat : (terkejut) Permasalahan apa itu Patih Kertasono ?
Patih Kertasono : Kemarin hamba menerima surat dari utusan Raja Dempo Abang dari Kerajaan Blambangan (sambil memberi gulungan surat pada Raja). Di mana isinya, beliau bermaksud untuk meminang Potre Koneng Gusti.
P. Saccadiningrat : (sambil membuka dan membaca gulungan surat). Aku tidak bisa memutuskan hal ini. Aku pasrahkan pada nimas Potre Koneng, dan aku tidak bisa memaksakan semua itu, karena nimaslah yang akan menjalaninya. Biar kita tanyakan sebentar lagi Pada Nimas Potre Koneng.
Patih Kertasono : Sendiko Gusti
P. Saccadiningrat : (menarik nafas) Dimas, cepatlah panggil emban untuk segera memberikan suguhan pada para Maha Patihku.
Dewi Sarini : Sendiko Kakanda,( memanggil emban ) Emban…Emban…
Emban : Sendiko gusti, ini silahkan dinikmati hidangan buatan hamba.
P. Saccadiningrat : Silahkan dinikmati.
Koor : Sendiko Gusti.
Dewi Sarini : Emban…
Emban : Dalem, Doro Putri
Dewi Sarini : Di mana Nimas Potre Koneng ?
Emban : Sedang bersiap-siap Gusti.
Dewi Sarini : Oh ini dia, Nimas Potre Koneng sudah datang.
( Datanglah Potre Koneng di Persemowan Agung)
Potre Koneng : Sembah bakti untuk Ayahanda dan ibunda. Dan juga salam untuk Para Maha Patih.
P. Saccadiningrat : Oh ya, nimas anakku Potre Koneng. Saat ini kau sudah bertambah dewasa. Dan sudah waktunya kamu menikah agar kelak ada yang meneruskan tahta ayahanda. Dan kebetulan ada pinangan dari Raja Dempo Abang, raja penguasa daerah Blambangan. Jika pinangan tersebut ditolak, ayahanda takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada kerajaan kita ini.
Potre Koneng : Salam maafku ayahanda, bukan maksud hati untuk menolak keinginan ayahanda. Tapi perkawinan merupakan hal yang sakral dan hamba takut hanya mengecewakan ayahanda terutama rakyat kita, kalau kelak hamba gagal membina rumah tangga. Mohon berikan hamba waktu untuk berpikir.
P. Saccadiningrat : Maksudmu waktu ?
Potre Koneng : Ya ayahanda, hamba sangatlah bahagia apabila ayahanda memberi hamba izin untuk bersemedi di Gua Pajudan. Karena hamba ingin keputusan hamba nanti memang keputusan yang berasal dari Sang Dewa Betara.
P. Saccadiningrat : Nimas, apa keputusanmu ini sudah kamu pertimbangkan ? Karena semua ini penuh resiko anakku. Apalagi apabila kamu bersemedi harus mencapai waktu 7 hari 7 malam.
Dewi Sarini : Nowun sewu Kangmas, biarkanlah puteri kita pergi. Mungkin apabila putri kita bersemedi, dia bisa memutuskan hal yang terbaik baginya, dan untuk kerajaan ini.
Emban : Dalem Doro Gusti. Mohon maaf apabila hamba sudah lancang, tapi menurut hamba keputusan doro puteri benar. Karena segala apapun yang kita lakukan pasti kembali kepada Sang Dewa Betara.
P. Saccadiningrat : Baiklah, ayahanda mengijinkanmu. Patih Kertasono siapkanlah prajurit untuk putriku.
Potre Koneng : Sampon Ayahanda, tidak usah. Nimas akan pergi ke sana bersama mbok emban. Karena di sana nimas ingin ketenangan.
P. Saccadiningrat : Baiklah jika itu keinginanmu, anakku. Sekarang pergilah. Do’aku dan ibundamu selalu menyertaimu.
Potre Koneng : Sendiko Ayahanda.
P. Saccadiningrat : Mbok mban, tolong jaga putriku baik-baik.
Emban : Sendiko Gusti.
P. Saccadiningrat : Para Maha Patih, terima kasih sudah datang ke persemowan agung ini. Kalian sudah bekerja keras. Sekarang kalian bisa kembali.
Koor : Sendiko Gusti.
P. Saccadiningrat : Dimas, mari kita keluar istana untuk melihat keadaan rakyat kita.
Permaisuri : Sendiko kangmas.
BAGIAN II
(Sampailah Potre Koneng serta Mbok Mban di Gua Pajudan)
Potre Koneng : Emban, akhirnya kita sudah sampai di tempat tujuan kita, di Gua Pajudan.
Emban : Dalem Doro Gusti. Betul Gusti, tapi lebih baik Gusti segera bersemedi.
Potre Koneng : Kau benar Mbok. Oh ya satu hal, pada saat aku bersemedi. Apapun yang terjadi nanti jangan sampai membangunkan aku dari semediku.
Emban : Sendiko doro putri.
Dan bersemedilah Potre Koneng, namun tak lama dalam mimpinya ia bermimpi bertemu dengan seorang pria yang tidak ia kenali. Namun mimpi tersebut selalu datang di setiap malam saat Potre Koneng melaksanakan semedi.
Adi Poday : Wahai potre koneng, sungguh cantik dirimu. Menikahlah denganku !
Waktupun berlalu, Potre Koneng telah selesai dalam semedinya. Dan mereka beranjak untuk kembali ke Kerajaan mereka.
Potre Koneng : Emban, tak terasa aku sudah bersemedi selama 7 hari 7 malam. Dan kini saatnya kita kembali ke Kerajaan kita.
Emban : Sendiko doro putri.
BAGIAN III
(Sesampai ke Kerajaan, seluruh abdi dalem dan para punggawa beserta Raja dan Ratu menanti kehadiran Potre Koneng)
Dewi Sarini : Nowun sewo Kangmas, 7 hari istana ini ditinggal putri kita. Begitu hampa rasanya.
P. Saccadiningrat : Kau benar dimas, akupun juga merasa begitu. Tapi bukankah sekarang nimas Potre Koneng akan kembali.
Dewi Sarini : Benar kangmas, semoga saja dia kembali dengan selamat dan membawa kabar baik untuk kita semua di sini.
P. Saccadiningrat : Ya. Semoga ia bersedia menerima pinangan raja Dempo Abang. Nah, itu dia.
Potre Koneng : (hadir di tengah-tengah kerajaan) Semba bakti untuk Ayahanda dan ibunda. Dan juga salam untuk Para Maha Patih.
Emban : Sendiko doro putri dan doro gusti.
Dewi sarini : Oh anakku dan engkau emban, syukurlah kalian kembali dengan selamat.
Potre Koneng : Ya ibunda, ini semua berkat Sang Dewa Betara.
P. Saccadiningrat : Bagaimana anakku, setelah sekian lama kamu bersemedi, apakah kau sudah menemukan keputusan yang tepat ?
Potre Koneng : Ya ayahanda, tapi…Huuuuuuueeeekkkk !!!!!
P. Saccadiningrat : Tapi apa anakku ? Kenapa dengannya Emban ?
Emban : Sendiko doro putri dan doro gusti. Hamba juga tidak tahu Gusti.
P. Saccadiningrat : Tapi kau menerima pinangan Raja Dempo Abang kan nimas ? Apakah kau sakit nimas ? Patih Pananggungan, periksalah Nimas Potre Koneng, kenapa dia ?
Patih Pananggungan : Sendiko Gusti…
(memeriksa Potre Koneng, dan terkejut)
P. Saccadiningrat : Bagaimana Patih Pananggungan, apa yang terjadi pada putriku ?
Patih Pananggungan : Sendiko Gusti. Hamba mohon maaf yang sebesar-besarnya.
P. Saccadiningrat : Memang kenapa dengan Putriku ? Apa dia sakit parah ?
Patih Pananggungan : Maaf Gusti, sebenarnya Nimas tidak sakit, tapi…
P. Saccadiningrat : Tapi apa ? Bicaralah yang jelas !
Patih Pananggungan : Sebenarnya Nimas Potre Koneng…Hamil Gusti.
P. Saccadiningrat : Apa !!!! Hamil ? Lancang mulutmu, mana mungkin putriku bisa hamil ?
Patih Pananggungan : Setelah saya periksa, ternyata di dalam tubuh Nimas Potre Koneng terdapat dua detak jantung.
P. Saccadiningrat : Kurang ajar ! (hendak memukul Potre Koneng, tapi ditahan oleh permaisuri) kau siram wajahku dengan comberan. Tidak kusangka kau berbuat begitu. Selama ini kepercayaanku padamu, bahwa kau adalah anak gadisku yang lembut, santun, dan akan memberikan kebahagiaan pada keluarga istana, ternyata salah. Sekarang katakan, dengan siapa kau melakukan perbuatan mesum seperti itu ?
Potre koneng : Ampun ayahanda, ampun! Bukan maksud hamba untuk mengecewakan ayahanda. Tapi sungguh, hamba tidak pernah melakukan perbuatan mesum seperti itu.
P. Saccadiningrat : Lantas kenapa bias hamil ?
Potre koneng : Sungguh hamba tidak pernah melakukan apapun, ayahanda. Hamba hanya bermimpi.
Koor : Apa ? Bermimpi ?
P. Saccadiningrat : Kau kira dengan bermimpi, lantas akan membuat orang hamil ?
Potre koneng : Bukankah isa juga dilahirkan dari sebuah mimpi, ayahanda.
P. Saccadiningrat : Lantas apa kau bermaksud menyebut dirimu sebagai siti maryam ? Aku tidak lagi percaya padamu! Tumenggung kertasono, cepat kau bawa dia kehutan, dan bunuh dia di sana!
Emban : Nuwon sewu gusti, tidak adakah keputusan lain yang lebih bijak dari membunuh, Gusti ? Sebuas-buasnya harimau tidak akan pernah memakan anaknya sendiri, Gusti.
P. Saccadiningrat : Apa ? Lancang kau bicara begitu pada seorang raja ? Aku hukum kau, karena telah lalai menjaga puteriku!
Patih Kertasono : Apakah harus sekejam itu, paduka ?
P. Saccadiningrat : Tidak ! keputusanku sudah bulat. Cepat bawa pergi dia dari hadapanku dan bunuh dia di hutan. Aku sudah muak melihat wajahnya.
Patih Kertasono : Sendiko Gusti.
BAGIAN IV
Setelah 15 tahun dari kepergian Potre Koneng, kehidupan istana tidak berjalan seperti biasa. Suatu hari di kerajaan, suasana hening tanpa ada yang berani bicara.
Dewi Sarini : Bicaralah kangmas. Lihat, para punggawa kerajaan sudah berkumpul dan menunggu kangmas bicara.
P. Saccadiningrat : Menurutmu apa yang harus kubicarakan patih Anom. Bagiku semuanya sudah tidak berarti apa-apa. Aku telah menjadi pembunuh anakku sendiri. Dan sebentar lagi kerajaan ini hanya menunggu kehancuran. Ketololan apa yang membuatku berbuat begitu.
Patih Anom : Sudahlah paduka. Semua sudah terjadi. Penyesalan hanya akan memperburuk suasana. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana kalau nanti Raja Dempo Abang marah karena kita telah mengecewakannya.
Patih Penanggungan : Ya paduka. Menurut kabar burung, selama lima belas tahun setelah Raja Dempo Abang mendengar berita kehamilan Potre Koneng, ia telah menyiapkan pasukannya untuk menghancurkan kerajaan kita paduka.
Patih Kertosono : Lapor paduka! Pasukan dari Kerajaan Dempo Abang semakin mendekat.
P. Saccadiningrat : Lanjutkan tugasmu !
Patih Anom : Paduka, segera ambil keputusan, kami siap menunggu perintah.
Penanggungan : Bicaralah paduka. Apa yang harus kami perbuat ? Karena saat ini kita semakin terdesak.
P. Saccadiningrat : Wahai Dewa Betara, kali ini aku telah berada di ujung tombak kehancuran kerajaanku. Aku bersumpah atas nama seluruh rakyatku. Apabila ada seseorang yang dapat membunuh Dempo Abang di tanah kerajaan Sumenep, jika perempuan akan aku jadikan anak, dan apabila laki-laki akan aku jadikan pengganti tahtaku.
(Masuklah Raja Dempo Abang ke tengah-tengah keluarga Kerajaan)
Dempo Abang : Salam pangeran Saccadiningrat.
Saccadiningrat : Salam kembali Dempo Abang, apa maksud kedatanganmu kemari ?
Dempo Abang : Ah, tidak usah kau pura-pura tidak tahu begitu. Yang jelas aku merasa dipermainkan dan aku kecewa. Bagiku pinanganku ditolak. Sebenarnya bukan merupakan persoalan yang berarti. Tapi kau tidak pernah memberi kabar dan memberi keputusan apakah pinanganku diterima atau ditolak. Tahu-tahu aku mendengar kabar bahwa Potre Koneng sudah hamil. Itu menyakitkan bagiku!
Saccadiningrat : Sekarang kau sudah tahu kejadiannya. Lalu apa maumu ?
Dempo Abang : Kau bertanya apa mauku ? Hahahahahaha…. Yang jelas aku marah dan berniat akan menghancurkan kerajaanmu.
Patih Anom : Baiklah kalau itu maumu, tapi langkahi dulu mayatku.
(terjadi perkelahian antara P. Saccadiningrat dan Para Punggawanya melawan Dempo Abang. Dan datanglah Joko Tole di tengah-tengah perkelahian).
Joko Tole : Hei Dempo Abang, lepaskan mereka !
Dempo Abang : Siapa kau ? Berani-beraninya ikut campur urusanku.
Joko Tole : Aku adalah bagian dari kerajaan ini. Dan aku merasa punya tanggung jawab untuk melindungi dan membela seluruh keluarga kerajaan.
Dempo Abang : Hei, jangan banyak bicara kau. Cepat katakan siapa kau sebenarnya.
Joko Tole : Tidak Perlu kau ketahui siapa jati diriku. Yang jelas aku di sini untuk mencabut nyawamu.
Dempo Abang : Lancang sekali mulutmu. Baiklah kalau memang itu kemauanmu. Aku akan mengirimmu ke neraka.
(terjadi perkelahian antara Joko Tole melawan Dempo Abang. Joko Tole terjatuh dan bangun kembali)
Joko Tole : Wahai Dewa Betara, di tanah kelahiranku ini ijinkanlah aku untuk mencabut nyawa orang yang telah sombong dan semena-mena. Atas nama seluruh rakyat Kadipaten Sumenep, tunjukkanlah kebesaranmu. (menghentakkan kaki 3 kali dan matilah Dempo Abang )
P. Saccadiningrat : Terima kasih atas bantuanmu anak muda. Siapa namamu ?
Joko Tole : Joko Tole Gusti.
P. Saccadiningrat : Joko Tole ? Nama yang perkasa. Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu. Dan besok bawalah kedua orang tuamu ke sini.
Joko Tole : Sendiko Gusti.
BAGIAN V
(masuklah Joko Tole bersama keluarganya yang disambut oleh para punggawa kerajaan )
Dewi Sarini : Nimas Potre Koneng ? Kamu masih hidup nak ? ( mendatangi dan memeluk Potre Koneng)
P. Saccadiningrat : Putriku, maafkan ayahanda nak. Ayahanda merasa bersalah. Dan siapa laki-laki yang ada di samping Joko Tole ?
Potre Koneng : Itulah orang yang datang ke dalam mimpiku, dia bernama Prabu Adi Poday, penguasa daerah Kerajaan Podai. Dan sekarang dia telah resmi menjadi suamiku Ayahanda, Ibunda.
Adi Poday : Sembah hamba, Ayahanda.
Potre Koneng :Dan Joko Tole adalah anakku, cucu ayahanda dan ibunda.
P. Saccadiningrat : Ke sinilah kalian semua berdiri di sampingku. Aku bersyukur pada Sang Dewa Betara atas kembalinya keluargaku. Dan sesuai sumpahku, karena Joko Tole yang telah berhasil membunuh Dempo Abang, maka aku akan memberikan tahtaku pada Joko Tole. Dan karena penobatan Joko Tole sebagai raja yang baru, maka aku akan mengadakan pesta rakyat selama 7 hari 7 malam.
Setelah terungkapnya keluarga Joko Tole, Pangeran Saccadiningrat sangat berbahagia dengan kembali berkumpulnya keluarga kerajaan. Dan sesuai janji Pangeran Saccadiningrat, Toko Tole menjadi pengganti tahta Pangeran Saccadiningrat karna telah mengalahkan Dempo Abang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar