ICAC didirikan tahun 1974, saat korupsi di Hong Kong demikian masif. Saat itu, Tony mengatakan, bisa jadi Hong Kong adalah kota terkorup di dunia. Demikian masifnya, di Hong Kong ada hubungan yang erat antara aparat penegak hukum dengan sindikat kejahatan terorganisasi. Sebut saja perjudian dan narkoba yang saat itu mendapat perlindungan dari oknum-oknum penegak hukum.
Saat ICAC dibentuk, menurut Tony, hanya sedikit yang optimis lembaga ini bisa membawa perubahan. Kebanyak menilai sebagai “Mission Impossible”. Namun, dalam waktu tiga tahun, kami sukses menghukum 247 pejabat pemerintah, termasuk 143 polisi. Dalam Millenium Survey teranyar, pendirian ICAC menempati posisi ke-6 peristiwa terpenting sepanjang 150 tahun sejarah Hong Kong. Jadi apa rahasia kisah sukses ini?
“Buat saya, ada lima faktor yang bisa mendorong ICAC sukses memberantas korupsi,” ujar Tony saat berkunjung ke Jakarta, Selasa (10/2).
Pertama, ICAC independen dan langsung bertanggung jawab kepada posisi tertinggi di Hong Kong. Hal ini menurut Tony, memastikan mereka bebas intervensi saat melakukan investigasi. Dengan demikian, lembaga itu bisa menginvestigasi orang atau lembaga tanpa kecurigaan dan rasa takut.
Kedua, ICAC mendapat sokongan finansial yang kuat. Anggaran tahunan bisa mencapai AS$90 miliar, sekitar AS$15 per kapita. Mungkin hanya ICAC komisi pemberantasan korupsi yang anggarannya paling besar di dunia ini.
Ketiga, mereka memiliki kewenangan yang luar biasa luas untuk melakukan investigasi. ICAC tak hanya bisa melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan di lembaga negara dan swasta. Akan tetapi, juga bisa menyelidiki semua tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi. ICAC berwenang untuk melakukan penyelidikan akun bank, bisa meminta saksi memberi keterangan di bawah sumpah, menyita harta tersangka yang berasal dari tindak pidana korupsi, sampai mencekal tersangka.
“Tetapi saya harus buru-buru menambahkan bahwa ada sistem check and balance untuk mencegah penyalahgunaan wewenang super itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut Tony mengatakan, faktor keempat adalah profesionalitas. Ia dengan bangga menyebut lembaganya merupakan yang pertama kali melakukan interview semua tersangka yang terdokumentasi dalam video. Ia mengatakan, setidaknya ada 120 orang yang bekerja dengan terlebih dulu mengikuti pelatihan khusus.
“Kami juga punya sejumlah ahli terkait perlindungan saksi, forensik teknologi, dan penyelidikan keuangan. Saya perlu sampaikan, ahli-ahli kami mendapat training dari FBI National Academy,” ujarnya.
Tak kalah pentingnya, menurut Tony adalah faktor kelima yang ia sebut “tiga-mata garpu”. Ketiganya adalah investigasi, pencegahan, dan pendidikan. Ia mengingatkan, pendidikan merupakan kunci penting agar publik bisa ikut berpartisipasi melawan korupsi.
Di sisi lain, salah satu anggota Tim Perumus UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang juga guru besar FH Unpad, Romli Atmasasmita, menegaskan bahwa ada hal lain yang harus diteladani dari ICAC. Ia menyebut, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK), jangan hanya berhenti pada lima strategi itu. Ia mengatakan, relasi antar-lembaga yang dibangun ICAC juga penting diperhatikan.
“Sehebat apapun ICAC di Hong Kong yang dikenal keberhasilannya, tidak ada satu langkah pun yang berani bertentangan dengan seorang Gubernur Hong Kong,” tegasnya.
Sumber : www.hukumonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar