Sabtu, 04 Oktober 2014

Membuat Cerpen Kisah Orang Lain : ANAK SULUNG

Akhirnyaaa.. kesampean juga buat cerpen. Sebenernya udah dari lama pengen buat cerpen, tapi malesnya yang gak bisa diilangin. Buat cerpen ini aja gara - gara ada tugas bahasa Indonesia buat cerpen sendir dengan menceritakan kisah orang lain.  Karna ini cerpen pertama, pastiq masih ada kekurangan yah :( jadi mohon kritik dan sarannya ya biar aku tahu kekurangannya dan agar cerpen ini dan cerpen selanjutnya lebih sempurna. ^^ 

                                                            Anak Sulung
          “Kenapa kamu biarkan adikmu terjatuh dari tempat tidur? Kenapa kau tidak menjaganya dengan baik? Kenapa kamu begitu ceroboh?” bentak mamanya setelah mendengar tangisan suara Ninda yang telah tergeletak di lantai.
            “Maafkan Andin ,Ma. Saat Andin terbangun, Ninda sudah terjatuh dari tempat tidur. Andin tidak tahu kalau Ninda sudah bangun, Ma” ujar Andin memelas.
            “Kenapa kamu sampai tertidur? Mama menyuruh kamu menjaga Andin, bukan menyuruhmu tidur. Dasar anak nakal! Nakal kamu!” bentak mamanya geram dengan tangan yang asik memelintir paha Andin. Andin pun menangis menahan perih di pahanya yang mulai membiru.
Sejak kejadian itu Andin merasa perhatian yang dulu ia dapatkan dari mamanya kini seolah direnggut oleh Ninda, adiknya. Ia menyadari sifat mamanya yang lembut kini telah berubah menjadi kejam padanya. Namun berbeda saat bersama Ninda, Andin melihat mamanya yang nampak begitu menyayangi Ninda. Andin muak melihat mama dan adiknya yang seolah bahagia diatas penderitaan yang dirasakan Andin. Andin merasa dirinya adalah seorang anak yang dikucilkan oleh mama dan adiknya. Ada benih kebencian yang mulai tumbuh dalam dada gadis kecil itu saat melihat dua makhluk yang dulu begitu ia sayangi.
Andin begitu bahagia saat tahu ia mempunyai adik. “Adik itu apa, Ma?” tanya Andin polos setelah tahu perut mamanya yang membesar beberapa waktu lalu kini telah kembali rata. Andin tahu bahwa ia akan memiliki seorang adik. Usianya yang masih tergolong kecil memang pantaslah tidak terlalu mengetahui seluk beluk dunia yang bisa dibilang ruwet, termasuk maksud dari kata ‘adik’.
“Adik itu seperti teman bermain yang akan membuat kamu bahagia seharian” ujar mama muda itu yang juga mulai kebingungan memberitahu anak sulungnya yang mulai menunjukkan kecerdasannya. ‘Tentulah kecerdasan itu diwarisi olehku’ batin mama itu dengan bangga ketika ibu- ibu komplek memuji kecerdasan anak sulungnya itu.
Andin melompat girang mendengar hal itu. Ia memandangi wajah mungil di dekapan ibunya dan mencium adiknya. “Adik cantik ya, Ma” ujar Andin yang dijawab dengan anggukan dari mamanya. Ia begitu bahagia telah memiliki adik. Ia merasa rumah adalah tempat yang menyenangkan semenjak kehadiran Ninda dalam keluarganya. Kebahagiaannya itu seolah ingin dibagikan kepada sahabatnya, Hafiz. Sesampainya di sekolah, Andin dengan menggebu menceritakan semua tentang adiknya.
“Kau kira hidupmu akan lebih bahagia bila ada seseorang yang akan mengganggu kedamaianmu?” ujar Hafiz setelah mendengar cerita bahagia sahabatnya. Wajah Hafiz yang seperti tidak suka itu membuat Andin heran dan mengerutkan dahinya. Melihat kebingunan di wajah Andin, Hafiz menarik napas panjang lalu menundukkan kepala. Setelah beberapa saat ia kembali memandangi Andin yang masih kebingungan sedari tadi. “Manusia kecil itu tak ubahnya seperti iblis yang ingin membunuhmu. Sekarang kau belum menyadarinya, namun cepat atau lambat kau akan merasakan gemuruh di dadamu yang luar biasa, dan kau akan merasakan tubuhmu bagai diterbangkan dengan rasa bahagiamu  dan tiba – tiba kau akan dihempaskan ke jurang terdalam karena rasa bahagiamu. Dan kau akan menyadarinya” Hafiz lalu keluar dari kelas itu dan meninggalkan Andin dengan segala kebingungan yang tidak ia pahami. Perkataan Hafiz seolah berputar mengitari setiap sudut otak Andin yang berusaha untuk memahami satu persatu ucapan Hafiz. Andin tidak begitu mempermasalahkan hal itu  karena rasa bahagia akan adiknya melebihi dari rasa penasarannya akan maksud dari perkataan Hafiz.
Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Andin merasa dibedakan oleh mamanya. Sifat mamanya yang begitu lembut saat bersama Ninda berubah jahat ketika bersama Andin. Sejak kejadian jatuhnya Ninda dan Andin yang menjadi omelan mamanya, Andin merasa rumah tak lagi menyenangkan seperti sebelumnya. Seperti halnya saat keluarga kecil itu berencana pergi berlibur, tak ada kebahagiaan yang biasa Andin rasakan saat pergi berlibur bersama keluarga. Hanya rasa muak yang menggerogoti hatinya.
Kemacetan ibu kota seolah menjadi kekesalan tersendiri untuk pengendara yang mengalaminya. Namun berbeda dengan pengendara lain, keluarga kecil itu seolah bahagia dengan rencana liburan mereka. Semua orang di dalam mobil itu seolah bahagia bisa berkumpul dan bersenang – senang, kecuali Andin. Ia hanya berdiam diri dengan memeluk boneka di lengan kiri dengan kedua tangan yang asik bermain PSP. Ia seolah tidak peduli dengan kesibukan keluarganya yang mengobrol dan sesekali bermain dengan Ninda.
Mobil itu membelokkan kemudinya ke dalam pom bensin dan menunggu giliran pengisian bensin. Andin berhenti mengutak – atik PSP-nya setelah mendengar teriakan beberapa warga di sekitar pom bensin.
“Kecelakaan pak. Ada motor yang menyebrang lewat rel kereta. Pas ditengah rel motornya gak bisa jalan padahal ada kereta yang jalan. Motornya gak sempat minggir, dilindes deh” ujar seorang supir truk yang juga sedang menunggu antrian saat ditanya papa Andin suara apa yang mereka dengar tadi. Semua orang menganggukkan kepala mereka setelah mendengar supir tersebut menjelaskan kronologis kecelakaan dengan panjang lebar.
Tak jauh dari pom bensin itu terdapat lintasan rel kereta api yang rawan akan kecelakaan antara pengguna jalan raya dan kereta api. Semua orang yang melihat kejadian itu berlari berbondong – bondong  menuju tempat kejadian. Ada yang membantu memindahkan korban, ada yang hanya sekedar melihat, dan ada juga menolong barang – barang korban yang berserakan lalu membawanya entah kemana. Suasana begitu tegang dengan berkumpulnya orang – orang yang bejubel di sekitar rel kereta api. Ketegangan itu mulai tenang dan aktivitas jalan raya juga mulai kembali kondusif saat pihak dari kepolisian dan sebuah ambulan mulai menangani kecelakaan tersebut. 
Andin yang sudah terlalu muak dengan semua dialog para manusia itu, ingin segera lenyap dari mobil itu. Walaupun semua orang membahas kecelakaan itu, pandangan Andin tidak pernah lepas dari mama dan adiknya yang tak pernah berpisah sedetik pun. Kebenciannya kian bertambah tiap kali melihat adik mama dan adiknya bersama. Ia melompat dari dalam mobil dan berjalan menuju toilet pom bensin. Namun, langkahnya terhenti ketika terdengar suara memanggilnya.
“Ke toilet” kata Andin ketika mama menanyakan kemana dia akan pergi.
 “Jangan lama – lama ya sayang” kata mama yang disusul dengan anggukan kepala Andin. Ia sudah muak dengan panggilan ‘sayang’ oleh orang yang dulu begitu ia sayangi. Namun, rasa sayangnya kini telah hancur diinjak – injak oleh manusia kecil yang baru memasuki kehidupan keluarga kecilnya, Ninda.
Di dalam toilet, Andin menangis tersedu ketika membayangkan kebersamaan mama dan adiknya. Teringat pula ketika tangan lembut mamanya mencubit, memukul, bahkan kadang mencambuk tubuhnya demi untuk membela Ninda. ‘Begitu bencikah Mama padaku? Begitu berartikah Ninda hingga aku ditelantarkan?’ batin Andin sedih. Ada perasaan dendam yang kembali muncul dalam hatinya. Setelah puas menangis ia keluar dari toilet dengan pikiran yang dipenuhi dengan adegan kemesraan mama dan adiknya. Andin berjalan dengan sempoyongan dan terlihat tatapannya yang kosong yang tanpa ia sadari ia memasuki area rel kereta api tanpa palang pintu kereta. Mama berhenti bermain dengan Ninda saat melihat putrinya berjalan melamun menuju lintasan rel, mama memanggil Andin untuk kembali. Namun terikan mama tidak terdengar oleh Andin yang melamun, ia terus berjalan.
Lamunan Andin buyar saat berada ditengah rel kereta api dan ia  kesulitan untuk berjalan, sandal yang dipakainya tersangkut diantara celah kayu rel. Ia kesuliatan melepas sandalnya dari rel. Ia bisa saja melepas sandal itu bila ia menariknya ke sisi yang lain. Tak jauh dari Andin, mamanya terlihat kebingungan bagaimana cara menolong anak sulungnya itu, sementara di pangkuannya Ninda juga menangis dengan semakin meningkatkan volume suaranya karena sengatan sinar sang mentari. Sebuah kereta api terlihat akan melewati rel tempat Andin berdiri, semakin bertambah paniklah mama.  
Saat kereta tinggal beberapa meter lagi dari Andin, mama merasa tak sanggup bila harus melihat anaknya terlindas kereta. Dengan tetap menggendong Ninda, mama berlari menghampiri Andin yang masih terlihat berusaha melepas sandalnya dari rel kereta.
“Lari Andin, lari!“ teriak mama. Pada saat itulah Andin dengan mudah melepas sandal itu dan menjauh dari rel kereta api. Tinggallah Mama yang berdiri di atas rel kereta api setelah melihat Andin menjauh dari rel. ‘Anakku selamat’ batinnya dengan perasaan lega dan senyuman yang tersungging di bibirnya. Tak lama kemudian, sosok Mama itu menghilang dari pandangan Andin bagai tertelan oleh ular mesin yang berada di depannya. Orang – orang yang berada di sekitar rel kembali berkerumun melihat seorang wanita dan anak kecil yang tergeletak di dekat rel dengan cairan merah yang menyelimuti tubuh mereka.
Setelah Andin melihat kereta api yang memisahkan Andin dengan mamanya, ia segera meninggalkan keramaian dan keributan di seberang kereta. Ia kembali ke dalam mobil dan bertemu dengan papa yang baru saja keluar dari toilet setelah mengisi bensin. “Mana Mama dan Ninda?” tanya papanya.
“Entahlah” singkat Andin.
“Kenapa orang – orang itu? Kenapa mereka berkerumun di rel kereta api itu? Pasti ada kecelakaan lagi. Andin kalo udah besar jangan tledor ya. Harus patuhi peraturan lalu lintas ya” ujar Papa Andin. Andin mengangguk dan kembali memeluk bonekanya dan bermain dengan PSP-nya. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar